Jepretan kamera berbunyi berulang kali, aku terus melangkah, mencari spot-spot foto kesana kemari. Arah mataku hanya fokus pada obyek-obyek yang ingin ku kenali. Namun, dari jauh terlihat seseorang yang datang mendekat.
“Sendiri?”
sapanya singkat.
“Iya, lagi
pengen sendiri saja sih.”
“Berarti aku
ganggu nih.”
“Nggak gitu,
maksudnya tadi emang disini tujuannya pengen sendiri. Kalau ada teman juga
gakpapa, ada teman ngobrol.”
“Mau ikut kompetisi foto?”
“Enggak, cuma pengen nambah koleksi foto aja kok.”
“Iya nggak usah
marah-marah.”
“Emang enggak..”
Dia berjalan
menjauh, mendekat ke toko kelontong yang berada di sekitar kami. Kembali, membawa
2 minuman. 1 dingin, 1 tidak.
“Minum. Duduk sini.”
Dia memberi 1 minumannya dan beranjak duduk.
“Kok tau aku
sedang nggak minum dingin?”
“Feeling aja sih.”
“Kamu ngapain ke
daerah sini?”
“Mau ketemu.”
“Ha?”
“Mau ketemu sama
orang, disini. Belum datang dia.”
“Oh gitu.”
“Kenapa emang?”
“Ah, nggak papa.
Nanya aja.”
Kami duduk
berseberangan dengan tempat penitipan motor. Terlihat seorang wanita, yang kami
kenal melihat ke arah kami. Wanita itu berjalan mendekat.
“Udah lama?”
Wanita itu bertanya ke arah kami, entah siapa yang ditanya. Tapi aku memilih
diam.
“Nggak kok,
barusan.”
“Eh kalau gitu,
aku lanjut cari spot foto lain dulu ya. Kalian, hati-hati kalau pulang nanti.” Aku
beranjak membereskan beberapa notes yang keluar dari tasku.
“Kok keburu?”
Wanita itu bertanya padaku.
“Udah lama kok
disini tadi, tujuannya emang mau cari-cari spot foto. Santai.” Jawabku.
“Oh, oke. Hati-hati.”
Pandanganku tidak
tertuju ke arah pria yang kini bercengkrama dengan si wanita. Namun, harapanku
setidaknya ada satu dua kata ucap hati-hati darinya. Ternyata tidak.
Mood
mengkoleksi foto hari ini, selesai. Aku duduk menepi di bangku jalan, terlihat
beberapa anak-anak memainkan gawai kesayangannya. Ku buka buku, membaca
kelanjutan halaman yang belum selesai. Di bagian halaman yang ku baca,
tertera kalimat, “Memang segalanya, nggak bisa dipaksa sesuai mau. Konsep ditinggalkan,
beralih lebih baik menjadi meninggalkan. Secepat itu, kita selesai.” Aku
menghela nafas, ku tutup lembaran buku itu.
Komentar
Posting Komentar